Menurut
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan trafiking sebagai:
Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafiking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara)
Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafiking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara)
Banyak
Negara keliru dalam memahami definisi ini dengan melupakan
perdagangan manusia dalam Negara atau menggolongkan migrasi tidak tetap sebagai
perdagangan . TVPA menyebutkan “bentuk-bentuk perdagangan berat” didefinisikan
sebagai:
a. Perdagangan
seks dimana tindakan seks komersial diberlakukan secara paksa, dengan cara
penipuan, atau kebohongan, atau dimana seseorang diminta secara paksa melakukan
suatu tindakan demikian belum mencapai usia 18 tahun; atau
b. Merekrut,
menampung, mengangkut, menyediakan atau mendapatkan seseorang untuk bekerja
atau memberikan pelayanan melalui paksaan, penipuan, atau kekerasan untuk
tujuan penghambaan, peonasi, penjeratan hutang (ijon) atau perbudakan.
Dalam
definisi-definisi ini, para korban tidak harus secara fisik diangkut dari satu
lokasi ke lokasi lainnya. Definisi ini juga secara jelas berlaku pada tindakan
merekrut, menampung, menyediakan, atau mendapatkan seseorang untuk
maksud-maksud tertentu.
Menurut
ICMC/ACIL trafiking tidak hanya merampas hak asasi tapi juga membuat mereka
rentan terhadap pemukulan, penyakit, trauma dan bahkan kematian. Pelaku
trafiking menipu, mengancam, mengintimidasi dan melakukan tindak kekerasan
untuk menjerumuskan korban ke dalam prostitusi.
Pelaku
trafiking menggunakan berbagai teknik untuk menanamkan rasa takut pada korban
supaya bisa terus diperbudak oleh mereka.
Menurut ICMC/ACIL, beberapa cara yang dilakukan oleh pelaku terhadap
korban antara lain (ICMC/ACIL-Mimpi Yang Terkoyak, 2005):
o Menahan
gaji agar korban tidak memiliki uang untuk melarikan diri;
o Menahan
paspor, visa dan dokumen penting lainnya agar korban tidak dapat bergerak
leluasa karena takut ditangkap polisi
o Memberitahu
korban bahwa status mereka ilegal dan akan dipenjara serta dideportasi jika
mereka berusaha kabur;
o Mengancam
akan menyakiti korban dan/atau keluarganya;
o Membatasi
hubungan dengan pihak luar agar korban terisolasi dari mereka yang dapat
menolong;
o Membuat
korban tergantung pada pelaku trafiking dalam hal makanan, tempat tinggal,
komunikasi jika mereka di tempat di mana mereka tidak paham bahasanya, dan
dalam “perlindungan” dari yang berwajib; dan
o Memutus
hubungan antara pekerja dengan keluarga dan teman;
PERBEDAAN
TRAFFICKING DENGAN PENYELUNDUPAN MANUSIA
Perbedaan
antara penyelundupan manusia dengan Perdagangan Manusia bisa membingungkan.
Kebingungan ini bisa menyulitkan dalam mendapatkan informasi yang akurat,
khususnya dari negara-negara transit. Perdagangan manusia seringkali,
tapi tidak selalu, melibatkan penyelundupan; korban pada awalnya setuju
untuk diangkut di dalam sebuah negara atau melintasi perbatasan. Yang
membedakan antara dua kegiatan seringkali memerlukan informasi yang terinci
mengenai keadaan akhir para korban.
Penyelundupan
pada umumnya dipahami sebagai pengadaan atau pengangkutan manusia untuk
mendapatkan keuntungan untuk masuk secara ilegal ke dalam sebuah negara. Tetapi
menyediakan fasilitas untuk masuk atau melintasi sebuah negara secara ilegal,
secara tersendiri, bukanlah perdagangan manusia, walaupun seringkali
dilaksanakan dalam keadaan yang berbahaya. Penyelundupan seringkali melibatkan
para migran yang telah setuju dengan kegiatan tersebut. Sementara itu,
perdagangan manusia, bisa tanpa persetujuan mereka atau kalaupun korban pada
awalnya sudah memberi persetujuan, persetujuan mereka telah ditiadakan
karena pemaksaan, penipuan, atau tidakan kejam dari pada pelaku
perdagangan. Korban perdagangan manusia seringkali tidak menyadari bahwa mereka
akan dipaksa melakukan prostitusi atau mengalami situasi kerja paksa yang
bersifat eksploitasi. Karena itu, penyelundupan bisa menjadi perdagangan
ilegal. Komponen kunci yang membedakan perdagangan dengan penyelundupan adalah
unsur kecurangan, penipuan, atau pemaksaan.
MENGAPA
TRAFFICKING TERUS ADA SAMPAI DETIK INI?
Global Survivor Network, setelah mengadakan
penelitian mendalam selama dua tahun, menerbitkan Crime & Servitude: An
Expose in the Traffic in Women for Prostitution from the Newly Independent
States, yang khusus mengungkapkan praktik perdagangan perempuan di _rimin
bekas Rusia. Lembaga yang sama juga memproduksi dua film _riminal_r:
Dokumentasi pertama yang berdurasi 28 menit diberi judul Sex Trade” AN
Investigative Documentary, yang kemudian disampaikan ke Komite HAM PBB,
sedang dokumentasi kedua berjudul Bought and Sold, yang berisikan materi
yang dimuat dalam penerbitan Crime & Servitude. Beberapa temuan yang
cukup signifikan antara lain adalah:
- Sindikat _riminal memperoleh keuntungan sekitar tujuh milyar dolar setiap tahun dari perdagangan perempuan sekitar empat juta perempuan di dunia;
- Bisnis perdagangan yang paling menguntungkan adalah yang bertujuan memperdagangkan seks;
- Setiap hari ribuan perempuan dan anak perempuan dari wilayah transisi dijerat dengan janji-janji manis dan muluk untuk memperoleh penghidupan dan pekerjaan yang menarik di luar negeri;
- Melalui berbagai sarana transportasi, sebagian besar dari mereka dikirim ke Jerman, Swis, Jepang, Macau dan Amerika Serikat, baik secara legal maupun tidak
- Perdagangan perempuan terus berkembang karena pemerintah, pejabat dan juga warga masyarakat enggan mengungkapkannya, sehingga menimbulkan impunity;
- Walaupun data resmi menyebutkan bahwa setiap tahun hanya 50.000 orang perempuan meninggalkan Rusia selamalamanya, ternyata angka ini sebenarnya mencapai ratusan ribu.
MASALAH TRAFIKING DI INDONESIA
Statistik
untuk trafiking yang konkrit dan dapat diandalkan di Indonesia masih sangat
sulit untuk didapatkan, karena ke-ilegalan-nya dan,karena itu, sifatnya
tersembunyi. Meskipun demikian, informasi berikut ini dapat memberikan gambaran
cakupan dari masalah ini:
·
Buruh Migran:
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi memperkirakan bahwa pada tahun 2002
terdapat sekitar 500.000 warga negara Indonesia yang bermigrasi keluar negeri
untuk bekerja melalui jalur resmi. Berbagai LSM di Indonesia (termasuk juga KOPBUMI)
memperkirakan bahwa sekitar 1,4 sampai 2,1 juta buruh migran perempuan
Indonesia saat ini sedang bekerja diluar negeri. Organisasi-organisasi ini juga
menyertakan jumlah buruh migran yang tidak terdokumentasi yang melewati
jalur-jalur ilegal kedalam perkiraan mereka.
·
PRT:
Sebuah laporan dari konferensi ILO-IPEC 2001 memperkirakan bahwa ada sekitar
1,4 juta PRT di Indonesia, dan 23 persennya adalah anak-anak.
·
Pekerja Seks Komersial: Sebuah
laporan Organisasi Perburuhan Dunia (ILO) tahun 1998 memperkirakan bahwa ada
sekitar 130.000 – 240.000 pekerja seks di Indonesia dan sampai 30 persennya
adalah anak-anak di bawah 18 tahun.
Meskipun tidak semua pekerja-pekerja tersebut pernah ditrafik, tetapi itu adalah bidang-bidang dimana trafiking dikenal sebagai fenomena yang tersebar luas dengan kemungkinan jumlah korban yang sangat besar.
Meskipun
KUHP (Pasal 297) telah mengancam hukuman enam tahun penjara bagi siapapun yang
memperdagangkan perempuan dan anak di bawah umur, ini dianggap tidak efektif
untuk menjerat pelaku perdagangan orang atau yang lebih populer dengan istilah
trafficking terorganisir. Dengan demikian, urgensi dilahirkannya UU khusus
terkait dengan ini sebagai akibat dari meluasnya jaringan kejahatan yang
terorganisir (dan tidak terorganisir), baik yang bersifat antar-negara, maupun
dalam negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa dan negara,
serta penghormatan terhadap hak azasi manusia.
Oleh
karenanya, pemerintah berkeinginan untuk mencegah dan menanggulangi tindak
pidana trafficking yang didasarkan pada komitmen nasional dan internasional
untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan terhadap pelaku,
perlindungan korban, dan peningkatan kerja sama. Selain itu, peraturan
perundang-undangan terkait dengan trafficking belum memberikan landasan hukum
yang menyeluruh dan terpadu bagi upaya pemberantasan tindak pidana trafficking.
Setelah melalui proses panjang, UU No, 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) akhirnya disahkan baru-baru ini.
Berdasarkan
UU ini, maka definisi perdagangan orang adalah:
“
tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau
penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain
tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar-agama, untuk tujuan
eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”
Jika
merujuk pada definisi di atas, maka tidak ada pembatasan bahwa perdagangan
orang hanya terkait dengan jenis kelamin atau usia tertentu. Trafficking bukanlah fenomena baru di
Indonesia, dan meskipun kriminalisasi perdagangan orang ini dapat terkait
dengan siapa saja, orang memang seringkali mengidentikkannya dengan perdagangan
perempuan dan anak.
Ini
cukup beralasan karena pada banyak kasus, korban perdagangan perempuan dan anak
yang lebih menonjol ke permukaan. Unicef (1998), misalnya, melaporkan bahwa
jumlah anak yang dilacurkan diperkirakan berkisar antara 40.000 dan 70.000 yang
tersebar di 75.106 tempat di seluruh Indonesia.
Ini
menunjukkan lebih rentannya perempuan dan anak untuk diperdagangkan yang
akhir-akhir ini semakin sering kita baca (di koran, majalah, dll) dan dengarkan
(dari orang ke orang, radio dll), ataupun melihatnya di televisi di mana
penculikan yang diiringi dengan trafficking menjadi sesuatu yang menakutkan
bagi siapa saja yang mendengarkan, melihat apalagi mengalaminya.
Komnas Perempuan melaporkan bahwa tujuan
perdagangan Perempuan tersebut antara lain dijadikan :
a. Pekerja
domestik : perempuan diiming-imingi janji selanjutnya dipekerjakan sebagai
pembantu adalah fenomena yang berlangsung sejak lama. Penelitian di Jakarta
menunjukkan bahwa korban adalah anak-anak atau orang dewasa, meski terdapat
pula korban laki-laki namun sebagaian besar korbannya adalah perempuan.
b. Pengemis
: di Jakarta, Batam, Ujung Pandang dan banyak kota besar lainnya, dapat diamati
bahwa terdapat sejumlah anak yang dibawa oleh orang dewasa untuk mengemis di
lampu merah atau tempat umum lainnya. Jumlah pasti tidak diketahui tapi
diperkirakan ribuan anak telah dijadikan pengemis.
c. Pengedar
narkoba : satu jenis eksploitasi yang sangat mengerikan adalah pemanfaatan anak
dan wanita untuk mengedarkan narkoba. Fakta yang ditemukan di Bali menunjukkan
bahwa korban yang dijerat dalam perdagangan dan penyelundupan tipe ini dapat
berusia sangat tinggi mulai dai usia 1 tahun sampai 18 tahun.
d. Pekerja
seks : pekerja seks di Indonesia, menurut penelitian 30%nya berusia kurang dari
8 tahun.
e. Konsumsi
pedofil : ekspolitasi anak perempuan oleh para pedofil di sebagian besar media
merupakan korban dari orang-orang terdekat seperti: tetangga, guru, atau
pihak-pihak lain. Akan tetapi perdagangan anak perempuan sebagai konsumsi
pedofil melibatkan jaringan tersendiri, yang seringkali melibatkan orangorang
asing dan jaringan internasional.
f. Istri kontrakan dalam perkawinan
transnasional : satu fenomena yang mulai terungkap adalah bentuk perkawinan
antar bangsa yang menjadi bisnis yang sangat menguntungkan bagi pihak-pihak
yang terlibat di dalamnya.
Semoga materi tentang Definisi Traffiking dapat bermanfaat bagi kta semua! Sekian.
Semoga materi tentang Definisi Traffiking dapat bermanfaat bagi kta semua! Sekian.
0 komentar:
Posting Komentar